Delegasi Dagang Trump dan China Bertemu di London, Pasar Global Menanti Hasilnya
Tiga pejabat tinggi pemerintahan Presiden Donald Trump akan bertemu dengan delegasi China di London pada Senin dalam upaya meredakan ketegangan dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia. Pertemuan ini menjadi babak penting di tengah ketidakpastian global dan ketegangan atas penguasaan sumber daya mineral strategis.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent, Menteri Perdagangan Howard Lutnick, dan Perwakilan Dagang Jamieson Greer ditunjuk langsung oleh Trump untuk mewakili Washington dalam negosiasi tersebut.
Baca Juga: Indonesia-Uni Eropa Sepakat Akhiri 9 Tahun Negosiasi IU-CEPA: 80% Ekspor RI Bebas Bea Masuk
Trump mengumumkan rencana pertemuan itu lewat unggahan di platform media sosialnya, Truth Social, namun tidak memberikan rincian lebih lanjut. Belum ada konfirmasi resmi dari pihak China mengenai siapa yang akan hadir mewakili Beijing.
"Pertemuan ini seharusnya berjalan sangat baik," tulis Trump singkat, seperti yang dilansir dari Reuters, Sabtu (7/5/2025).
Pertemuan ini dijadwalkan hanya sehari setelah Trump mengadakan pembicaraan langsung dengan Presiden China Xi Jinping dalam panggilan telepon yang langka, menyusul meningkatnya ketegangan selama beberapa pekan terakhir, terutama terkait perang dagang dan perebutan kendali atas ekspor mineral tanah jarang yang meurpakan komoditas penting dalam industri teknologi dan energi hijau.
Keduanya sepakat untuk saling berkunjung dan meminta tim masing-masing untuk melakukan pembicaraan teknis sementara waktu.
Meski sempat mereda lewat kesepakatan gencatan dagang selama 90 hari yang dicapai di Jenewa bulan lalu, ketegangan belum benar-benar surut.
Kesepakatan itu sempat memicu reli pasar saham global, dengan indeks S&P 500 mencatat pemulihan tajam dari level terendahnya sejak pengumuman tarif “Liberation Day” oleh Trump pada awal tahun. Kini, indeks tersebut hanya terpaut sekitar 2% dari rekor tertingginya.
Namun, para analis menilai bahwa gencatan itu hanya menyentuh permukaan. Isu-isu mendalam seperti perdagangan narkotika ilegal (termasuk fentanil), status Taiwan, hingga kritik Amerika terhadap sistem ekonomi China yang dinilai terlalu dikendalikan negara, masih menjadi batu sandungan dalam hubungan bilateral.
Di sisi lain, ancaman Trump untuk memberlakukan tarif tambahan terhadap negara-negara mitra dagang lain, lalu membatalkannya secara tiba-tiba, telah menciptakan kebingungan di antara pemimpin dunia dan ketidakpastian bagi dunia usaha.
Halaman BerikutnyaHalaman:
- 1
- 2
(责任编辑:知识)
- Kasus Anak SD di Bandung, Psikolog Ungkap Pentingnya Peran Orang Tua
- Menag RI Jelaskan Alasan Waktu Awal Puasa di Indonesia Berbeda dengan Singapura dan Brunei
- Pertama Kalinya, Istana Buckingham Buka Gerbang Depan untuk Turis
- Nah Lho Rumah DP Rp 0 Terendus Korupsi, Anies Bisa Tidur Nyenyak?
- Dosen UGM Ungkap Bahaya Rip Current yang Menggulung Nyawa Siswa SMPN 7 Mojokerto
- SIG Dukung Asta Cita Prabowo Lewat Irigasi Desa Kapu
- BURUAN CEK! Saldo Dana Bansos PKH Triwulan I Cair Sampai Maret, Login NIK KTP
- Gandeng UMKM, Panca Tobacco Luncurkan 22 Varian Rokok Murah
- Beasiswa Bank Indonesia 2025: Cek Syarat, Kriteria, dan Cara Pendaftaran
- Hari Ini, Polisi Periksa Rocky Gerung dan Wakil Ketua BPN Prabowo
- Warga Kohod Gugat Pemerintah hingga Perusahaan Swasta Terkait Polemik Pagar Laut
- Japto Klaim Sudah Berikan Semua Keterangan ke KPK, Termasuk Uang dan 11 Mobil yang Disita
- Benarkah Suntik Putih dan Vitamin C Bisa Sebabkan Autoimun?
- Ada Demo Tandingan Reuni 212, Begini Tindakan Polisi
- Menelaah Istilah 'Nepo Baby' yang Disematkan pada Gibran Rakabuming
- Asyik, Langkah Anies Baswedan Tutup Lokasi Wisata di Jakarta Diapresiasi
- Jangan Sembarangan, Hindari Pasang AC di 5 Lokasi Ini
- Cuma Profesi Ini yang Gelarnya Bisa Dicantumkan di Tiket Pesawat
- Dua Dosis Vaksin Dengue Bisa Turunkan Risiko Rawat Inap 84 Persen
- Japto Klaim Sudah Berikan Semua Keterangan ke KPK, Termasuk Uang dan 11 Mobil yang Disita